Bapakku dilahirkan di sebuah pulau yang cukup terkenal di Indonesia bahkan mancanegara, karena keindahan alamnya dan ragam budayanya, yaitu di pulau Samosir, tepatnya di Pangururan pada tgl 25 Desember 1938(jadi skrg beliau berusia 70 thn). Bapakku adalah sulung dari sepuluh bersaudara. Beliau sempat menikmati sekolah tinggi pada zamannya (mungkin setara universitas skrg), yaitu SGA (Sekolah Guru Atas), tapi keburu jaman pembrontakan melanda, yang mengharuskan Bapakku meninggalkan bangku sekolah tsb dan berjuang membela bangsa.

Bapakku lahir dengan nama Sarkistan Nainggolan yang kemudian semenjak jaman pembrontakan namanya diganti komandannya dengan nama samaran Jhon Nainggolan dan jadilah nama itu sampai sekarang mengisi setiap dokumen sekolah kami anak-anaknya.

Bapakku itu beda dan sungguh berbeda, dibalik kesejatiannya sebagai laki-laki batak yang terkenal dengan sifat keras dan tegas, beliau adalah Bapak yang lemah lembut, jujur dan penuh kasih sayang bagi kami anak-anaknya secara khusus.
Dalam hari yang sama, beliau dengan suara lantangnya memarahi atau menasihati kami, tapi dilain sisi beliau juga mengambil bagian menyapu rumah atau mencuci piring-piring yang kotor.

Ibu kami pernah cerita, waktu Ibuku melahirkan adekku di tempat bidan yang lumayan jauh dari rumah kami, maka Bapakku-lah yang ambil kendali dalam menjaga, merawat kami bahkan merawat rumah kami yang sederhana. Bapakku betul-betul menjaga kami bak seorang ibu sejati, dan itu sungguh-sungguh memberikan nilai tambah bagi beliau.

Sebenarnya sayapun tidak begitu menyadari perbedaan itu. Waktu itu saya dan teman-teman kerja sedang ngobrol-ngobrol sehabis makan siang dikantin, mereka-pun mulai menceritakan pengalaman mereka sewaktu dikampung tinggal dengan orangtua. Bercerita tentang orangtua masing-masing, dan juga teman-teman yang sudah berkeluarga, menceritakan bagaimana karakter suami mereka, khususnya yg bersuamikan lelaki batak.

Dari situlah aku mengerti Bapakku itu beda, beliau tidak pernah berkata bahwa dapur adalah urusan kaum perempuan saja. Tapi dengan bersama-sama melakukan pekerjaan di rumah, itu akan meringankan setiap anggota keluarga, demikian beliau berkata. Itulah sedikit mengenai Bapakku yang sangat kami cintai. Dari sekian banyak kekurangannya, beliau adalah Bapak yang sangat kami hormati.

Satu hal lebih mengenai Bapakku, dimana kami anak-anaknya belajar meneladaninya. Jujur, adalah harga yang tidak bisa ditawar-tawar oleh apapun, dimanapun kamu berada hendaklah kejujuran kamu pertahankan, itulah salah satu nasehat Bapakku.
Kejujuran, adalah sifat utama Bapakku yang menurun dari kakekku.

Dan di setiap doa dan langkahku, ku mengingat Bapak dan Ibuku ;

Tuhan Yesus, ku bersysukur buat Bapak dan Ibu yang Tuhan berikan bagi kami anak-anaknya. Dari sekian banyak kekurangan mereka, mereka adalah anugerah terindah yang Tuhan berikan bagi kami, yang mengajarkan kami tentang kasih-Mu .

Tuhanku, di masa tua mereka ini, kasih-Mu senantiasa memelihara mereka, karunialah Bapak dan Ibuku panjang umur, menikmati kasih setia-Mu.

Dalam nama Tuhan Yesus, kuberdoa. Amin

(Dedicated to my most beloved Bapak and Oma).

Note :
Oma dalam bahasa batak adalah Mama.



Setelah setahun sejak pembelian tiket Airasia di bln April'08, akhirnya tiba juga
bagi kami untuk berangkat ke Bali. Kami berangkat tgl 10 Maret'09 menuju Jakarta, dan dari sana kami berangkat keesokan harinya. Puji Tuhan perjalanan kami sangat lancar, walaupun ada bbrp kekurangan tapi itu tidaklah seberapa dibanding segala kemudahan yang
kami alami.

Begitu kami tiba di tempat penginapan dan tanpa berlama-lama kami segera mencari tempat
penyewaan motor, sarapan dan segera mengawali petualangan berkeliling Bali dengan motor (jadi ingat salah satu iklan kartu kredit di tv).

Berpanas-panas sambil naik motor dengan jarak perjalanan yg lumayan jauh adalah pengalaman baru bagi saya. Dan pengalaman baru di hari pertama semakin seru, ketika kami tiba di Uluwatu menjelang sore hari untuk menikmati sunset.
Sebelumnya memang sudah diperingatkan supaya waktu berada didalam lokasi pura tsb, super hati-hati, karena monyet-monyet yang ada disana usil.

Tapi saya tetap kecolongan juga...waktu saya minta difoto sama teman saya (padahal saya pake kacamata hanya utk difoto saja, selebihnya saya simpan, demi keselamatan...hehe..), tiba-tiba tanpa diduga dengan gaya lemah gemulainya....hap! monyet itu akhirnya berhasil menyandera kacamata saya. Sontak saya kaget bukan kepalang, wajahku pucat, badan lemas. Oh my GOD....what I'm going to do??

Tanpa dikomando, para "pawang" berebutan memberikan "sesajen" utk monyet-nya,
dengan tujuan monyet tsb melepaskan kacamata saya.
Pendek cerita akhirnya kacamata saya berhasil saya dapatkan kembali dan sebagai gantinya saya harus membayar "kewajiban", yaitu rupiah.

Sepanjang dua hari itu saya masih merasakan sisa-sisa syok dengan pergalaman di hari pertamaku.

Ini sudah yang keberapa kalinya saya beli martabak di tmpt ibu tsb.
Dan dlm waktu singkat sambil menunggu pesanan saya siap, kami terlibat obrolan yg hangat. Ibu dan Bapak penjual martabak ini memang ramah, bukan utk menarik peminat,
tapi saya lihat memang tulus dari hati mereka.

Stlh bbrp lama, sampai-lah kami kepada pembicaraan mengenai jodoh.
Beliau mengatakan bahwa memang seyogianya perempuan itu menunggu dengan sabar
sambil bertekun dalam doa, bukan sebaliknya, mencari laki-laki.
Orang boleh bilang jaman sdh berubah, mau perempuan atau laki-laki sama saja,
tapi kita harus teguh pada prinsip sejauh itu tidak merugikan, dan kita meyakininya.
Sejauh kita dalam jalan yang benar, yakinlah apa yg kita nanti-nantikan pasti kita dapatkan.

Saya-pun mengangguk tanda setuju, dan sambil permisi karena pesanan sayapun sdh siap,
saya berkata,Bu,ternyata kita sepaham. Terimakasih.