Jam menunjukkan pukul 12.15 wib, waktu kami selesai ibadah doa dan puasa. Kami segera beranjak meninggalkan tempat, tapi saya tidak langsung menuju pulang. Saya coba mencari teman saya yang biasanya juga ada bersama-sama di tempat ini, tapi saya tidak menemumukannya. Dan saya coba sms dan telpon, ternyata dia lagi kerja makanya tidak datang. Terus saya bilang ke dia, tadinya mau numpang ditempatnya menunggu sampai jam 3.30 sore, karena jam 4 sore saya sudah harus ditempat ini lagi. Karena ntar kalau pulang ke rumah dulu, itu akan menambah cape aja, berhubung tempat tinggalku lumayan jauh.Tapi berhubung teman juga lagi kerja, jadi saya putuskan untuk jalan ke mall terdekat aja, sambil menunggu waktu.
Kurang lebih 10 menit saya tiba di mall, bergerak menuju escalator ke lantai 3, menuju ke toko buku. Di toko buku, kulangkahkan kaki ke counter buku “bahasa”, tadinya tidak mau kesani, tapi berhubung ini arah yg langsung lurus dari tempat ku berdiri, jadi kuputuskan mampir disana. Kubaca sederatan judul buku, dan saya raih sebuah buku dengan judul “TOEFL iBT”(bbrp waktu lalu saya sempat baca disalah satu situs).
Saya buka halaman demi halaman, dan saya berhenti pada halaman pengantar buku tsb.
Disitu dituliskan pada barisan kedua pada halaman tsb: “Do you know what is a pass key? A pass key is a master key, a key can opens door”. Dalam hati saya bergumam, berbahagialah bagi setiap kita yang memiliki a pass key, a master key. Dan saya membaca bahkan bbrp kali membaca ulang kalimat ini, kata demi kata dan saya berhenti pada kata terakhir dalam kalimat tsb “door”, bentuk tunggal. And I said in my mind, even a master key, just can open a door only, not doors. Memang dalam kalimat selanjutnya dikatakan itu akan membuka pintu-pintu yang lain.
Tapi satu hal saya diingatkan, a master key sesungguhnya, yaitu ketika kita percaya akan DIA, maka pintu-pintu yang selama ini tertutup, terbuka.
Memang dalam perjalanan hidup ini banyak hal yang membuat kita kurang memercayaiNya, ketika kita mengganggap persoalan-persoalan kita jauh lebih besar. Tapi biarlah kita sama-sama belajar setia dalam perkara kecil, sehingga saat kita diperhadapkan pada perkara besar, kita berkata dengan sungguh-sungguh : “Tuhanku lebih besar!”.
Kuangkat kepalaku, sejenak saya berhenti dari menulis-nulis selembar kertas diatas meja, dan mengarahkan pandanganku ke bawah, memperhatikan pintu keluar mobil yang sedari tadi kuperhatikan dengan leluasa dari tempat saya duduk di lantai 2, ditempat saya biasa makan.
Setiap mobil tsb diijinkan keluar, setelah pemilik atau si sopir menyerahkan berupa sepotong tiket dan sejumlah tarif yang sudah ditentukan kepada petugas pintu jaga , maka palang/portal pintu dibukakan bagi mereka,dalam hal ini, itu adalah sebagai a pass key-nya. Tentu ceritanya akan lain, jika si pemilik atau si sopir tadi tidak memiliki a pass key .
Bolak-balik aku keliling rumah nyari sendal jepit yg biasa aku taruh di halaman belakang. Waduh.....nyasar dimanana neh sendal, tadi pagi masih ada koq....
Ooo....kayanya kerjaan si Bling-bling ini, dia suka mainkan tuh sendal dan sengaja emang aku taruh buat teman mainnya, tapi bukan berarti utk dihilangkan.
Bling-bling....aku panggil si doggy dengan kencang, trus tanyain dimana dia taruh, tapi emang dasar doggy ditanyain malah makin lincah dia mutar2 disekitar kakiku.
Tapi ga habis mikir juga, paling jauh juga si Bling-bling bawa sendal jepit di sekitar halaman depan, tapi koq bisa raib ya...??!!
Wah musti kudu lebih hati-hati lagi neh utk menghindari hal2 yang tidak diinginkan.
Bling-bling adalah nama yang kuberikan pada seekor anak guk-guk, hari Kamis kemarin saya
mengambilnya dari seorang teman yang mempunyai seekor induk guk-guk dengan anak 6 or 7 ekor.
Dengan agak susah payah aku membawanya, pertama bag. belakangnya dibungkus pampers (alias kantong kresek...hehe...) antisipasi kalau Bling-bling tiba2 BAB or pipis, trus dimasukan ke dlm tas kertas.
Tadinya Bling-bling mah adem and santai aja, tapi begitu naik taxi Bling-bling mulai berontak (weleh aku mulai kewalahan), kucoba menenangkannya dengan mengelus2 kepala dan sambil berkomunikasi dengannya.
Supir taxi dan penumpang yg lainnya senyum dan ketawa menyaksikannya.
Turun dari taxi, Bling-bling mulai makin menjadi-jadi, spt-nya dia menyadari bahwa keberadaannya sudah semakin jauh dari induk dan saudara2 yg lain. Padahal seblm brkt tadi, Bling-bling sudah pamitan and kiss bye
dengan induk dan saudara2.
Akhirnya pampersnya aku buka, dan dia mulai merasa lega dan nyaman kembali. Dan sampai di rumah, aku mulai sibuk ngurusin tempat tidurnya and makanan minumannya. Dalam hati repot juga neh ngurusin doggy,
belum lagi dengan suaranya yang melengking kesepian. Hari pertama, kedua, ketiga, Bling-bling masih suka
nangis kesepian, apalagi pas kutinggal (pokoke berisik.....apalagi waktu mlm, rada kwatir jg, ntar tetangga complain) dan utk menghindari hal2 yang tdk diinginkan aku menempatkannya di luar, di belakang rmh.
Hari keempat, kelima, Bling-bling sudah mulai terbiasa dengan lingkungan barunya, apalagi dikasih minum susu, dan mulai mengerti di intruksi yg diberikan.
Tadinya Bling-bling cuma tau mutar2 di halaman blkg saja, tp skrg dia sdh bisa mutar2 sampai ke halaman depan (duh....jangan sampai hilang dech,,,,,)
Kemarin sore anak2 tetangga rame2 godain Bling-bling, Bling-bling jadi kewalahan. Anak2 pada senang
main dgn Bling-bling, mereka coba ngelus2 tapi rada takut.
Bling-bling, jadi doggy yg baik ya.
Bapakku dilahirkan di sebuah pulau yang cukup terkenal di Indonesia bahkan mancanegara, karena keindahan alamnya dan ragam budayanya, yaitu di pulau Samosir, tepatnya di Pangururan pada tgl 25 Desember 1938(jadi skrg beliau berusia 70 thn). Bapakku adalah sulung dari sepuluh bersaudara. Beliau sempat menikmati sekolah tinggi pada zamannya (mungkin setara universitas skrg), yaitu SGA (Sekolah Guru Atas), tapi keburu jaman pembrontakan melanda, yang mengharuskan Bapakku meninggalkan bangku sekolah tsb dan berjuang membela bangsa.
Bapakku lahir dengan nama Sarkistan Nainggolan yang kemudian semenjak jaman pembrontakan namanya diganti komandannya dengan nama samaran Jhon Nainggolan dan jadilah nama itu sampai sekarang mengisi setiap dokumen sekolah kami anak-anaknya.
Bapakku itu beda dan sungguh berbeda, dibalik kesejatiannya sebagai laki-laki batak yang terkenal dengan sifat keras dan tegas, beliau adalah Bapak yang lemah lembut, jujur dan penuh kasih sayang bagi kami anak-anaknya secara khusus.
Dalam hari yang sama, beliau dengan suara lantangnya memarahi atau menasihati kami, tapi dilain sisi beliau juga mengambil bagian menyapu rumah atau mencuci piring-piring yang kotor.
Ibu kami pernah cerita, waktu Ibuku melahirkan adekku di tempat bidan yang lumayan jauh dari rumah kami, maka Bapakku-lah yang ambil kendali dalam menjaga, merawat kami bahkan merawat rumah kami yang sederhana. Bapakku betul-betul menjaga kami bak seorang ibu sejati, dan itu sungguh-sungguh memberikan nilai tambah bagi beliau.
Sebenarnya sayapun tidak begitu menyadari perbedaan itu. Waktu itu saya dan teman-teman kerja sedang ngobrol-ngobrol sehabis makan siang dikantin, mereka-pun mulai menceritakan pengalaman mereka sewaktu dikampung tinggal dengan orangtua. Bercerita tentang orangtua masing-masing, dan juga teman-teman yang sudah berkeluarga, menceritakan bagaimana karakter suami mereka, khususnya yg bersuamikan lelaki batak.
Dari situlah aku mengerti Bapakku itu beda, beliau tidak pernah berkata bahwa dapur adalah urusan kaum perempuan saja. Tapi dengan bersama-sama melakukan pekerjaan di rumah, itu akan meringankan setiap anggota keluarga, demikian beliau berkata. Itulah sedikit mengenai Bapakku yang sangat kami cintai. Dari sekian banyak kekurangannya, beliau adalah Bapak yang sangat kami hormati.
Satu hal lebih mengenai Bapakku, dimana kami anak-anaknya belajar meneladaninya. Jujur, adalah harga yang tidak bisa ditawar-tawar oleh apapun, dimanapun kamu berada hendaklah kejujuran kamu pertahankan, itulah salah satu nasehat Bapakku.
Kejujuran, adalah sifat utama Bapakku yang menurun dari kakekku.
Dan di setiap doa dan langkahku, ku mengingat Bapak dan Ibuku ;
Tuhan Yesus, ku bersysukur buat Bapak dan Ibu yang Tuhan berikan bagi kami anak-anaknya. Dari sekian banyak kekurangan mereka, mereka adalah anugerah terindah yang Tuhan berikan bagi kami, yang mengajarkan kami tentang kasih-Mu .
Tuhanku, di masa tua mereka ini, kasih-Mu senantiasa memelihara mereka, karunialah Bapak dan Ibuku panjang umur, menikmati kasih setia-Mu.
Dalam nama Tuhan Yesus, kuberdoa. Amin
(Dedicated to my most beloved Bapak and Oma).
Note :
Oma dalam bahasa batak adalah Mama.
Setelah setahun sejak pembelian tiket Airasia di bln April'08, akhirnya tiba juga
bagi kami untuk berangkat ke Bali. Kami berangkat tgl 10 Maret'09 menuju Jakarta, dan dari sana kami berangkat keesokan harinya. Puji Tuhan perjalanan kami sangat lancar, walaupun ada bbrp kekurangan tapi itu tidaklah seberapa dibanding segala kemudahan yang
kami alami.
Begitu kami tiba di tempat penginapan dan tanpa berlama-lama kami segera mencari tempat
penyewaan motor, sarapan dan segera mengawali petualangan berkeliling Bali dengan motor (jadi ingat salah satu iklan kartu kredit di tv).
Berpanas-panas sambil naik motor dengan jarak perjalanan yg lumayan jauh adalah pengalaman baru bagi saya. Dan pengalaman baru di hari pertama semakin seru, ketika kami tiba di Uluwatu menjelang sore hari untuk menikmati sunset.
Sebelumnya memang sudah diperingatkan supaya waktu berada didalam lokasi pura tsb, super hati-hati, karena monyet-monyet yang ada disana usil.
Tapi saya tetap kecolongan juga...waktu saya minta difoto sama teman saya (padahal saya pake kacamata hanya utk difoto saja, selebihnya saya simpan, demi keselamatan...hehe..), tiba-tiba tanpa diduga dengan gaya lemah gemulainya....hap! monyet itu akhirnya berhasil menyandera kacamata saya. Sontak saya kaget bukan kepalang, wajahku pucat, badan lemas. Oh my GOD....what I'm going to do??
Tanpa dikomando, para "pawang" berebutan memberikan "sesajen" utk monyet-nya,
dengan tujuan monyet tsb melepaskan kacamata saya.
Pendek cerita akhirnya kacamata saya berhasil saya dapatkan kembali dan sebagai gantinya saya harus membayar "kewajiban", yaitu rupiah.
Sepanjang dua hari itu saya masih merasakan sisa-sisa syok dengan pergalaman di hari pertamaku.
Ini sudah yang keberapa kalinya saya beli martabak di tmpt ibu tsb.
Dan dlm waktu singkat sambil menunggu pesanan saya siap, kami terlibat obrolan yg hangat. Ibu dan Bapak penjual martabak ini memang ramah, bukan utk menarik peminat,
tapi saya lihat memang tulus dari hati mereka.
Stlh bbrp lama, sampai-lah kami kepada pembicaraan mengenai jodoh.
Beliau mengatakan bahwa memang seyogianya perempuan itu menunggu dengan sabar
sambil bertekun dalam doa, bukan sebaliknya, mencari laki-laki.
Orang boleh bilang jaman sdh berubah, mau perempuan atau laki-laki sama saja,
tapi kita harus teguh pada prinsip sejauh itu tidak merugikan, dan kita meyakininya.
Sejauh kita dalam jalan yang benar, yakinlah apa yg kita nanti-nantikan pasti kita dapatkan.
Saya-pun mengangguk tanda setuju, dan sambil permisi karena pesanan sayapun sdh siap,
saya berkata,Bu,ternyata kita sepaham. Terimakasih.
Sabtu, 28 Februari 2009 | 00:12 WIB
PERKAWINAN dapat menjadi sumber kebahagiaan terbesar bagi kita, tetapi bisa juga merupakan sumber stres yang terkuat dalam hidup.
Dalam konsep psikologis, perkawinan digambarkan sebagai "dua pribadi yang menyatu". Dua orang dengan pikiran, keinginan, latar belakang, dan harapan berbeda-beda, memutuskan untuk bergabung dalam kehidupan bersama.
Tentunya ini berpotensi menimbulkan stres, seperti yang disampaikan Nindi dan Nando, pasangan muda yang baru satu tahun menjalani bahtera perkawinan.
Nindi: Saya pikir dengan menikah, saya bisa mengalami kehidupan baru yang membahagiakan seperti akhir cerita di dongeng-dongeng.. Saya bisa lepas dari kekangan "jam malam" yang ditentukan ayah, saya bisa mengatur ruangan rumah dan menu makan sendiri, memelihara kucing kesayangan dengan tenang.. Eh enggak tahunya malah ada kesulitan lain
dengan suami. Dia selalu menaruh sepatu dan kaus kakinya sembarangan, belum lagi mengoroknya keras sekali, bikin saya tak bisa tidur. Dia tak mau makan sayuran yang sehat, maunya harus ada daging setiap hari.
Nando: Saya pikir Nindi itu wanita yang lembut, penuh perhatian, eh tahunya kecele saya. Ada sifatnya yang baru keluar setelah kami tinggal serumah, dia ternyata nyinyir banget, semua yang saya lakukan salah melulu. Mana cemburuan lagi, saya merasa terkekang setelah menikah..
Menurut Whiteman, Verghese, dan Petersen (1996) ada beberapa hal yang harus dipahami pasangan suami-istri agar mereka dapat mengelola hubungan mereka dengan baik, bahkan ketika mereka mengalami stres. Dari mana sajakah stres perkawinan muncul?
Perbedaan latar belakang
Istri yang dibiasakan orangtuanya membuang sampah dan meletakkan barang pada tempatnya tentu akan merasa terganggu dengan perilaku suami yang sembarangan meletakkan pakaian kerjanya.
Suami juga akan berharap istrinya tinggal di rumah dan memasak sendiri karena ibunya dulu melakukan hal itu, sementara istri tetap ingin berkarier karena ibunya dulu juga demikian.
Suami lebih suka menonton film perang, sedangkan istri memilih memutar acara sinetron di televisi. Istri lebih sering menjewer telinga anak sebagai cara disiplin, sedangkan suami merasa lebih baik memberi nasihat dan contoh.
Semua perbedaan latar belakang ini merupakan hal-hal yang bisa menimbulkan konflik dan pasangan harus membicarakan isu-isu tersebut dengan kepala dingin dan berkompromi.
Perbedaan gaya atau sifat
Suami mungkin suka mengorok, sedangkan istri jika bersin keras sekali. Kadang kala setiap orang mempunyai kebiasaan yang membuat pasangan merasa jijik atau sifat-sifat berlawanan, misalnya yang satu tertutup, pasangannya mudah membuka diri. Suami pengalah, pasangannya suka mengkritik.
Perbedaan tersebut bukannya tak dapat diatasi, tetapi akan menyebabkan stres. Belum lagi perbedaan jender yang merupakan hasil dibesarkan sebagai seorang laki-laki atau perempuan selama ini.
Para suami dan istri perlu memahami gaya dan sifat pasangannya serta belajar menerima. Adanya usaha mengubah sifat pasangan justru akan menimbulkan perlawanan dari pasangan dan tentunya dapat memperberat stres dalam hubungan mereka.
Perbedaan harapan/impian
Apa yang akan terjadi jika istri mendambakan tinggal di rumah mungil dengan halaman luas, tetapi suami membeli apartemen di tengah kota? Bagaimana bila suami memimpikan menjadi pelukis terkenal, tetapi pasangannya ingin suami berkarier di perusahaan? Atau yang satu ingin dapat berlibur ke pedalaman Irian, yang lain ingin ke Eropa?
Kita menyimpan banyak energi mental dan emosional pada harapan kita, kita harus bisa menyesuaikan satu sama lain, mencari titik temu dari perbedaan harapan karena ini merupakan bagian konflik lain dalam perkawinan.
Kekecewaan
Ketika kita menikah dan kemudian pasangan kita berubah, hal tersebut dapat menyenangkan, tetapi bisa juga mengecewakan kita.
Sebelum menikah, pasangan hanya menampilkan sisi-sisi positifnya saja, tetapi begitu pesta usai mereka kembali pada sisiaslinya. Ini semua dapat menimbulkan kekecewaan bagi pasangan.
Dengan makin menuanya seseorang, banyak suami-istri tak puas dengan kondisi pasangan, yang mungkin mulai memutih rambutnya, makin menggemuk badannya, sakit-sakitan. Sering kali pikiran yang dipengaruhi budaya tentang kemudaan dan penampilan yang tetap oke semakin menambah ketidakpuasan dan memperburuk hubungan perkawinan.
Perebutan kuasa
Meskipun sudah disepakati suami adalah kepala keluarga, perebutan kuasa bisa terjadi. Misalnya, istri sering mencari upaya memengaruhi keputusan suami, atau sebaliknya.
Perebutan ini tidak selalu buruk bila pasangan melakukan pertukaran pendapat yang berbeda secara adil dan tidak menimbulkan rasa kalah yang mendalam pada pasangan. Apakah pertukaran yang terjadi sesuai atau tidak dengan harapan pasangan, tetap ada potensi untuk munculnya stres. Hubungan terbaik adalah bukannya tak ada konflik, tetapi bagaimana kita dapat mengelola konflik secara baik.
Kekhawatiran kehilangan pasangan
Terutama pada zaman di mana perceraian merajalela, orang acap takut bila pasangan akan meninggalkan mereka. Istri, misalnya, cemas karena merasa suami tak perhatian lagi. Hal ini justru membuat suami makin menjauh dan istri makin panik, merasa putus asa.
Semua ini merupakan bagian dari stres yang biasanya muncul dari dalam diri, tidak tampil dalam bentuk pertengkaran, tetapi mengganggu perasaan setiap pasangan perkawinan. Menghadapi berbagai aspek stres interpersonal ini penting bagi pasangan untuk terus mengupayakan komunikasi terbuka dan efektif.
Oleh Agustine Dwiputri, psikolog
Sumber : Kompas Cetak